Skip to main content

Kerbau Rawa, Hari Raya, dan Konservasi Alam



Hari ini, 10 Agustus, setiap tahun diperingati sebagai Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN). Peringatan ini menjadi salah satu upaya menjaga kesinambungan kegiatan konservasi alam, memasyarakatkannya, serta menjadikan konservasi alam sebagai bagian dari sikap hidup dan budaya bangsa.


Praktik konservasi alam secara tradisional masih tersebar di masyarakat Nusantara.  Masyarakat desa Bangsal di Kecamatan Pampangan Kabupaten OKI, menjadikan konservasi alam sebagai bagian dari kegiatan sehari-hari. Salah satunya pada sektor peternakan. 

Jenis ternak yang dipiara terutama kerbau rawa, atau kerbau pampangan. Hewan besar ini merupakan salah satu spesies kerbau asli Indonesia. Sebagaimana namanya, hewan ini hidup di ekosistem rawa. Merumput sambil berenang. Memakan rumput yang tumbuh di bawah maupun di atas permukaan air. 

Habitat kerbau rawa Pampangan berpotensi terancam. Kawasan rawa yang menjadi tempat penggembalaan banyak mendapat tekanan. Di antaranya alih fungsi lahan menjadi areal hutan tanaman industri dan perkebunan sawit skala besar.

Konservasi alam menjadi hal yang mendesak. Pemerintahan desa Bangsal memberi perhatian tinggi terhadap kelestarian salah satu kekayaan plasma nutfah Nusantara yang ada di provinsi Sumatra Selatan ini. Di bawah kepemimpinan Kepala Desa Bangsal, Muhammad Hasan, Desa ini telah menerbitkan peraturan desa tata ruang yang melindungi lansekap lestari, dimana salah satunya mencantumkan lahan penggembalaan kerbau rawa sebagai bagian yang dilindungi.

Perayaan Hari Konservasi Alam Nasional tahun ini juga menjadi berbeda. Jatuh satu hari jelang Hari Raya Idul Adha 1440 Hijriyah. Hari raya kurban bagi umat muslim sedunia, termasuk di Nusantara. Kerbau rawa pampangan merupakan salah satu hewan ternak yang banyak dipilih untuk ibadah kurban. 

Semoga perayaan Hari Konservasi Alam Nasional dan Hari Raya Idul Adha, menyemangati kita untuk mengorbankan hawa nafsu merusak alam sekaligus mendukung upaya konservasinya.

Selamat Hari Raya Idul Adha 1440 H!
Selamat Hari Konservasi Alam Nasional!

Semoga menjadi kabar baik!
Institut Agroekologi Indonesia

Comments

Popular posts from this blog

Nasib Petani Kecil di RUU Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan

Oleh: *Azwar Hadi Nasution Peneliti di Institut Agroekologi Indonesia (INAgri). Niat Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) periode 2014-2019 untuk merevisi Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (UU SBT) menjadi bola liar. Paradigma DPR-RI bahwa UU SBT untuk memenuhi pemenuhan pangan semestinya menempatkan penguatan posisi petani kecil. Alasan petani, peternak dan inovasi sebagai pokok utama perubahan UU SBT patut diacungi jempol namun mesti ditelisik lebih dalam nasib petani kecil. Kini, UU SBT akan direvisi menjadi RUU Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan (RUU SBPB). Pengesahan RUU ini ditergetkan terlaksana pada bulan September 2019 oleh DPR-RI periode 2014-2019. Menyoal U SBT sebenarnya sudah lama dilakukan melalui Mahkamah Konstitusi (MK). Pada Bulan Juli 2013, MK kemudian mengabulkan permohonan dengan putusan Nomor 99/PUU-X/2012 yang menyatakan Pasal 9 ayat (3) dan Pasal 12 ayat (1) UU SBT bertententangan dengan UU